Taman Menteng Tidak Pas

February 17, 2008 at 12:56 pm Leave a comment

 taman-menteng.jpg

Sejak awal perencanaannya, Taman Menteng sudah dikonsep menjadi salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta. Sebagai RTH, sudah barang tentu Taman Menteng mesti berfungsi sebagai paru-paru kota serta daerah resapan air. Namun arsitektur taman yang dulunya Stadion Sepak Bola Persija ini justru melawan fungsi-fungsi itu.

Agak tak pas menyebut taman yang diresmikan mantan Gubernur Jakarta Sutiyoso awal tahun lalu ini sebagai bangunan ramah lingkungan. Pertama, lihat saja bagian depan taman yang terletak di Jalan HOS Cokroaminoto, Jakarta Pusat ini. Di sana terdapat dua bangunan rumah kaca megah saling berhadap-hadapan. Secara estetika, kehadiran bangunan tersebut memang menambah kesan metropolis pada taman yang dibangun sejak 1921 itu.

Namun secara ekologis, bangunan tersebut justru tidak bersahabat dengan lingkungan dan juga tidak fungsional. Di daerah tropis, keberadaan rumah kaca tentu tidak pas. Karena material kaca tidak bisa menyerap sinar matahari dengan sempurna, sehingga sebagian radiasi matahari kembali dipantulkan ke langit dan menimbulkan pemanasan global.

Tak hanya itu, bangunan ini semakin tidak ramah lingkungan karena beberapa alat pendingin ruangan (AC) juga dipasang di dalammya. Hingga kini belum jelas benar fungsi rumah kaca itu. Bangunan tersebut selalu dibiarkan kosong melompong. Keberadaan lapangan parkir juga menambah kejanggalan taman seluas 3,4 hektar ini.

“Di negara manapun tidak ada taman yang dilengkapi dengan lapangan parkir,” kata pengamat tata kota Nirwono Joga kepada Jurnal Nasional. Keberadaan lapangan parkir justru sangat kontraproduktif dan tidak ramah lingkungan. Bagaimana tidak, setiap hari puluhan mobil masuk dan keluar ke taman itu. Kendaraan-kendaraan tersebut tentu membuang berbagai macam polutan berbahaya.

Namun jumlah tanaman atau pohon besar di sana tidak banyak. Sehingga penyerapan karbon tidak akan maksimal. “Untuk menahan karbon yang dikeluarkan satu mobil diperlukan 4 pohon besar,” tutur Nirwono lagi.

Kemampuan taman ini sebagai daerah resapan air pun sangat minim. Karena sekitar 50 persen wilayah taman yang sudah dipakai menir Belanda sebagai tempat olahraga ini adalah lapisan pengkerasan (hardscape). Di sana-sini, banyak areal yang disemen. Lapangan futsal dan basket termasuk bagian yang disemen.

“Seharusnya bisa saja kan lapangan futsal dibuat menggunakan rumput,” tutur Nirwono lagi. Padahal idealnya, sebuah RTH harus memiliki 80-90 persen wilayah resapan air. Nirwono mengaku, dirinya khawatir pembangunan taman yang salah kaprah seperti di Taman Menteng ini ditiru taman-taman lain.

Sebenarnya juga sedari awal Nirwono tidak pernah bersepaham dengan pengalihfungsian stadion Persija menjadi Taman Menteng. Karena stadion Persija memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi. Lebih lagi, berdasarkan beberapa perangkat hukum, seperti Perda No.9/1999, stadion Persija termasuk sebagai bangunan cagar budaya sehingga patut dilindungi. Menurutnya, tanpa harus menggusur stadion, pendirian taman kota masih bisa terpenuhi dengan arsitektur yang serba fungsional seperti mengikuti konsep Tradium (Trade dan Stadium) di beberapa negara lain.

Rizky Andriati Pohan

Entry filed under: Tata Kota.

Uji Nyali Gusur Mall Zona Hijau Setelah Alpa

Leave a comment

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Categories

February 2008
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
2526272829