Sungai Jakarta Masih Bisa Dijernihkan

December 25, 2007 at 5:41 am 6 comments

lingkungan-sungai4.jpg

Jika Anda ditanya atau diminta untuk masuk kesalah satu sungai yang mengalir di jantung kota Jakarta, apa kira-kira yang akan Anda jawab? ”Ogah ah, jorok” atau ”Siapa takut…?”. Tapi siapa yang bisa menyangkal, bagi Anda mungkin memang jijik, lihat saja kondisinya yang penuh sampah dan terlihat menghitam dengan bau menyengat, namun ternyata ada juga beberapa orang yang berani nyempelung untuk mengais rejeki. Yah, begitulah hidup….

Bagi Anda bila merasa jijik karena terlalu banyak sampah menumpuk disana, lalu, pertanyaan kenapa bisa? siapa yang salah? dan lalu harus bagaimana? bisa g sih dibersihkan?

Memang, tiga belas sungai yang mengalir di kota Jakarta, kini semuanya dalam kondisi yang tidak sehat. Dalam perjalanan menuju ke laut, sebenarnya aktivitas manusialah yang membuat air tersebut tampak keruh, menghitam dan menimbulkan bau yang menyengat. Termasuk Anda-anda yang membaca tulisan ini adalah salah satu yang menyumbangnya. Bagaimana mungkin?, yah segalanya tetap mungkin, dari satu sampah terbuang maka dengan 10 juta penduduk Jakarta, sampah yang satu itu telah terkumpul menjadi 10 juta sampah. Wooo.. jumlah yang cukup banyak bukan. Jika setengahnya saja sampah itu adalah sampah organik, maka sudah barang tentu sampah itu menjadi makanan bakteri dan pada akhirnya harus membusuk.

Itu hanya sampah satu hari, bagaimana jika satu, dua, tiga bulanatau bahkan bertahun-tahun? Atau mungkin g sih kita tidak membuang sampah dalam satu hari? Itu ”PR” kita……

Sudah jelas bila diamati lebih seksama, tumpukan sampah yang ikut terbawa dan mengalir, semakin memperparah buruknya pemandangan air sungai. Tidak hanya manusia yang enggan untuk menyentuh air tersebut, bahkan ikan-ikan pun tidak mau lagi lalu lalang di sana. Mungkin hanya ada belut disana… saya pernah melihatnya!

Lalu bagaimana cara mengembalikannya air tersebut agar terlihat jernih kembali? Secara umum, penjernihan air dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui cara biologi atau dengan cara fisika-kimia. Cara biologi, dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pengurai senyawa, sedangkan dengan cara fisika-kimia dapat dilakukan dengan memisahkan kandungan senyawa kimia dari air.

Sayangnya, tidak semua limbah tersebut adalah limbah yang mudah terurai. Salah satu Doktor dari Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi LIPI, Anto Tri Sugiarto menuturkan bahwa dengan berkembangnya teknologi manufaktur dalam industri, kini telah banyak limbah rumah tangga yang tidak lagi dapat diuraikan oleh alam secara mudah. “Intinya manusia harus menambahkan metode khusus untuk menguraikan limbah tersebut secara cepat,” katanya.

Peneliti pencemaran air dan lingkungan LIPI, Edi Iswanto Wiloso menambahkan dalam aliran sungai yang menghitam dengan bau yang menyengat sering kali ditemukan materi-materi berbau, berwarna, beracun (B3). Akibat industri yang semakin maju, sampah-sampah dan limbah yang terbuang mengalir ke sungai kini banyak yang mengandung logam berbahaya, seperti tembaga (Cu), crom (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni) tidak dapat diurai dengan mudah. Akibat banyaknya senyawa organik dan anorganik yang terus menumpuk, pembersihan air kini menjadi semakin sulit dan mahal.

Anto menyebutkan, pada tahun 2004, kelompok penelitian instrumentasi lingkungan Pusat Penelitian KIM telah berhasil menciptakan sebuah konsep terbaru pengolahan air limbah. Tim ini berhasil mendesain sebuah prototip unit pengolah air limbah bergerak dengan metode advanced oxidation processes (AOP), yang kemudian dikenal dengan sebutan Oksida.

Oksida, merupakan sebuah unit pengolahan air limbah yang dapat dipergunakan secara bergerak (mobile) maupun secara tetap (stationary). Unit bergerak oksida tidak memerlukan area instalasi yang luas. Sehingga oksida dapat memenuhi kebutuhan industri kecil menengah atau rumah sakit dan puskesmas yang tidak memiliki area yang luas untuk instalasi pengolahan air limbahnya. Sedangkan untuk industri-industri besar oksida dapat diinstalasikan secara tetap seperti halnya sistem IPAL yang ada.

“Secara konsep oksida terdiri dari unit oksidasi, koagulasi, sedimentasi dan filtrasi,” kata Anto. Menurutnya, dalam proses pengolahan, semua jenis pencemar organik dan anorganik diproses pada unit ini. Dalam teknologi proses oksidasi lanjutan (AOP) kesemuanya sebenarnya merupakan satu kombinasi dari beberapa proses seperti ozone, hydrogen peroxide, ultraviolet light, titanium oxide, photo catalyst, sonolysis, electron beam, electrical discharges (plasma) serta beberapa proses lainnya untuk menghasilkan hydroxyl radikal. Hydroxyl radikal ini adalah spesies aktif yang dikenal memiliki oksidasi potensial tinggi 2.8 V melebihi ozone yang memiliki oksidasi potensial hanya 2.07 V.

Kuncinya, menurut Anton yaitu terdapat pada Hydroxyl radikal yang dihasilkan dari proses photolisis ozon dengan ultraviolet. Senyawa ini mudah bereaksi dengan senyawa organik apa saja tanpa terkecuali, terutama senyawa-senyawa organik yang selama ini sulit atau tidak dapat diuraikan dengan metode mikrobiologi atau membran filtrasi.

“Hal ini, membuat hydroxyl radikal lebih aktif dan sangat mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa lain yang ada di sekitarnya,” terangnya sambil menyebutkan bahwa teknologi ini adalah satu-satunya solusi cerdas dan murah untuk menjernihkan berbagai jenis limbah cair yang berasal dari industri tekstil, kimia, farmasi, makanan, limbah domestik dan rumah sakit. Bahkan ia menuturkan, dengan menggunakan alat ini, sungai-sungai yang mengalir di Jakarta, Bekasi, Tengerang, dan kota-kota besar lainnya kini dapat disulap kembali menjadi sungai-sungai yang jernih.

Ia menjelaskan, prinsip kerja alat ini bekerja secara berseri. Artinya, unit koagulasi dan sedimentasi yang dipasangkan setelah unit oksidasi bekerja sebagai penerus dari proses sebelumnya. “Senyawa anorganik seperti, logam, mikro polutan serta hasil sisa dari proses oksidasi diproses melalui proses koagulasi dan sedimentasi pada tahapan ini,” terangnya.

Menurutnya, koagulan yang dipergunakan sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhannya. Hanya saja, koagulan yang ada diharapkan berkarakteristik netral.

Unit terakhir pada oksida adalah unti filtrasi. Berbagai mikro polutan yang masih dapat melewati tahapan koagulasi dan sedimentasi akan diproses pada tahapan ini. Umumnya dipergunakan media karbon aktif, mangan zeolite atau membran sesuai dengan kebutuhan dilapangan. Setelah melalui runutan proses tersebut, air limbah yang diproses benar-benar lebih bersih dan dan dapat digunakan kembali. Karena senyawa yang ada telah dipecah dan dimurnikan.

Entry filed under: Lingkungan.

Kompor Surya Gender di China

6 Comments Add your own

  • 1. gege  |  February 24, 2008 at 7:53 pm

    caranya sudah ketemu.. dan katanya merupakan satu-satunya cara yang cerdas untuk menanggulangi pencemaran air sungai. lalu kapan realisasinya akan dilakukan? apakah memang sudah berjalan atau malah belum sama sekali??
    percuma kalu sudah menemukan teknologi kalau tidak digunakan.

    kenapa, g sabar ya atau geli melihat sungai di Jakarta? hee….
    Seandainya aku menjadi Presiden. besok juga akan kusuruh bersihkan tu, ente mau g untuk bersih2 selama 3 bulan agar ke-13 sungai di jakarta Jadi kinclong. ku liburkan deh selama 3 bulan itu, kita bersih2 semua ya..
    hee………….

    Reply
  • 2. Dian  |  October 7, 2008 at 2:37 am

    Memangnya perlu jadi presiden untuk melakukan itu kenapa enggak dipublikasikan di media massa? kalo mungkin dilakukan bisa enggak SBY di minta melakukannya? orang energi biru yang boongan aja di support sama beliau?

    Reply
  • 3. karyadi  |  January 4, 2009 at 3:36 pm

    kami tentu akan senang kalo memang betul apa yang anda maksudkan bisa direalisasi, tentu dengan berbagai komunitas yang peduili, sampling ciliwung, 10% aja dului
    kami siap dukung

    Reply
  • 4. Deni Hermawan  |  January 26, 2009 at 2:35 am

    Para pejabat di Indonesia mulai dari RT sampai Presiden tidak ada satupun yang peduli dengan keadaan sungai di Indonesaia, khusunya di Jakarta yang notabene sebagai Ibu Kota Negara…..kalau saya jadi presiden saya malu…pada semua tamu negara atau orang asing yang masuk ke Indonesia…., saran saya daripada negara menghambur2kan uang untuk kepentingan 40 partai yang tidak jelas juntrungannya mendingan dikerahkan seluruh penganggguran sejakarta untuk membersihkan sungai dan mereka diberi upah dari dana untuk partai tersebut….kemudian pemerintah membuat paraturan yg jelas dan melaksanakan dengan tegas peraturan tersebut dengan memberikan sangsi yang berat kepada siapapun yang mengotori sungai dan atau mendirikan bangunan liar di sepanjang DAS

    Reply
  • 5. urban  |  August 6, 2009 at 4:29 am

    tahukah anda. dibutuhkan waktu 30 tahun untuk mengembalikan sungai menjadi jernih dan sehat.
    30 tahun dari semenjak dimulai dengan sungguh sungguh.
    jadi… anak kita pun akan menikmati sungai yang jernih itu, nanti setelah dia menjadi tua…..

    Reply
  • 6. aang  |  October 8, 2009 at 12:28 pm

    Hai.. tentunya setiap langkah yang menuju ke perbaikan dan peningkatan kualitas kehidupan adalah hal yang harus kita dukung.. Apa kendala dalam merealisasikan hal ini yah? sejauh mana proses untuk menuju hal itu saat ini? kami akan senang sekali atas setiap progress yang terjadi yang arahnya untuk kebaikan bersama…

    Support apa yang paling dibutuhkan dari suatu instansi atau dari community di sekitar sungai sendiri?

    mohon feed backnya..

    terimakasih

    Reply

Leave a comment

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Categories

December 2007
M T W T F S S
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
31